Posts

Showing posts from February, 2019

Seorang lagi Rahman Siregar asal Tapanuli Selatan

Saya melihat tumpukan uang kertas URIPS (Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatra) warna hijau pecahan Rp 25 (dua puluh lima rupiah-pecahan terbesar waktu itu) bergambar pesawat terbang, dicetak di Pematangsiantar. Entah firasat apa, uang pecahan besar itu tidak saya ambil. Saya raup pecahan kecil saja. Lainnya beberapa gram perhiasan mas dan kain batik. perhitungan beliau sudah pergi-saya balik kembali. Resah Gelisah Masa Remaja di garis batas antara daerah Sumatra Barat dan sekaligus ja Jambi. Besok paginya saya sempat menjual kain untuk men dapatkan uang tu Padang Dienst) milik Leman Kayo, I berdiri sejak tempo doeloe nai. Sore berangkat dengan bus APD (Auto b turnturan kesuangan ketat berlaku di perbatasan ini. URIPS itu tidak berlaku di daerah Jambi. Uang yang dicetak di Jambi tidak berlaku pula di Sumatra Barat. Uang yang dicetak di Jambi tidak berlaku pula di Sumatra Barat Oleh sebab itu, siapa yang hendak ke Jambi dari Sumatra Barat harus menukar uangnya le

Bagi saya Jambi sebagai batu loncatan semata menuju Pulau Jaw

Lokasinya di sebelah hotel Merdeka yang pada zaman kolonial bernama Hotel Centrum. Pelajarnya secara tidak langsung akan dijadikan kader PSII, sebab umumnya mereka dikirim oleh cabangnya dari dacrah-daerah. Tetapi saya masuk SML itu bukan karena kiriman partai, tapi karena waktu itu tak sempat masuk sekolah negeri. Di luar kelas kami diperkenalkan dengan tokoh-tokoh partai ini seperti H. Oemar Said Tjokroaminoto H. Agus Salim, Ir Abikoesno Tjokrosoejoso, A.M. Sangadji, Arudji Kartawinata dan lain-lain. Komisariat Sumatra Barat diketuai Damanhoeri, Sekretaris Umum Haroen Joenoes. Tokoh lainnya H. Zainal dan Djamaran Hakimi. Pelajaran di sekolah ini agak ngebut. Ditargetkan selesai kelas I saja sudah setaraf dengan kelas II SMP Negeri. Terus terang saya tetap pemalas. Apalagi saya belum mengerti manfaat ilmu Aljabar (Algebra). Saya lemah dengan ilmu pasti ilmu ukur (meetkunde, ilmu alam (natuurkunde). Saya tertarilk dengan ilmu bumi, bahasa, dan sejarah. S

Kami sama-sama cucu Haji Husin

Termasuk saya, kami bertiga jadi anak angkat. Abdullah kami panggil papa, dan Cik Ona, mama. Walau sudah jadi anak angkat, tiap hari tetap kerja di Kantor. Pergi dan pulang, naik mobil papa. Lantas orang menganggap saya "Anak Tuan Dollah" Istilah sekarang: anak Resah Gelisah Masa Remaja sheet. Kamar mesin terdapat batubara sebagai bahan bakar di buritan dengan seonggokan Melayari kelok-liku sungai Musi, akan sampai ke Muara Rupit dalam 3-4 hari/malam. Tergantung berapa lama kita singgah di satu desa pinggir sungai. Singgah untuk menjual atau membeli barang. Yang dijual: Barang-barang, tekstil, kelontong, ikan asin, terasi, asam Jawa, garam, dan lain-lain. Orang Rawas menamakan terasi: caluk, sedang garam dinamakan uya. Tampaknya terasi dan asam Jawa, bumbu pokok dalam lauk-pauk orang uluan. Kembali ke Palembang kapal sarat dengan muatan karet, rotan, dan pisang. Pelayaran siang-malam. Mulai pukul 18.00 sore lampu-lampu dinyalakan. Hampir tidak terj

Buat sementara saya jadi pesuruh

Kepala pemerintah Nederlands Indies Civil Admi nistration (NICA) waktu itu, Letnan Jenderal H.J. van Mook. Tugasnya mempersiapkan pengambilalihan pemerintahan di Indonesia, jikalau Sekutu yang diwakili tentara Inggris selesai melucuti tentara Jepang. Di tiap persimpangan, para pemuda Republik mengawal dengan senjata apa adanya, tombak, parang dan sebagainya. Seragam mereka serba hitam. Di kawasan Bukit Kecil terkenal seorang pemberani dan disegani, populer dipanggil Pak Mangun. Karena belum satu tahun, peringatan Proklamasi Kemer- dekaan RI di Palembang, dilakukan tanggal 17 tiap bulan. Pemimpin terkemuka waktu itu dan amat populer di tengah- tengah masyarakat Sumatra antara lain dr. Adnan Kapau Gani2 dan dr. Mohammad Isa. Keduanya orang awak. Seingat saya Walikota Palembang pertama, Raden Hanan Seingat saya Walikota Palembang pertama, Raden Hanan. Sekitar Januari 1946 di kota Palembang terjadi per- tempuran sengit pertama antara pejuang Republik melawan serdad

Di sini baru sarapan pagi

Dia hanyut sampai di Cirebon. Dari sana terus ke Yogyakarta Sore, setelah kakanda Rasjidin berangkat, kami berjalan- jalan di pasar Lubuklinggau. Ketika masuk sebuah warung nasi, kami terperanjat kepergok sosok yang kami kenal sebagai orang se-kampung. Ia sedang menggiling cabe di dapur sebuah 53 Resah Gelisah Masa Remaja Jawaban yang sangat memukul. Kami kembali dengan tangan hampa. Putus asa mulai membungkus otak kami. Ajakan mak Rahman untuk berdagang jagung bakar terpaksa kami turuti Ada yang menganjurkan apabila mau dan harganya murah, beli jagung mentah langsung ke pedalaman sebelah timur kota Lubuklinggau, Muara Paiti. Pagi-pagi sebelum matahari terbit, kami bertiga berangkat ke luar kota. Namun, sampai matahari terbenam, jagung muda yang kami cari tidak ada. Kami putus asa lagi. Walau sudah amat penat, kami kembali ke Lubuklinggau. Ada pedati kosong dengan tujuan sama, tetapi pemiliknya tidak bersedia menum- pangkan kami. Dalam keadaan gelap-maklum hutan